Buku Titik Bekam 40 Penyakit (Thibbia)

Penerbit: Thibbia


  • 60.000,00
Ongkos kirim dihitung saat checkout


Buku Titik Bekam 40 Penyakit

Oleh: dr. Wada A. Umar dan Yusuf Wibisono, MP.d, Penerbit Thibbia

Bekam sempat populer setelah ada yang mengklaim sebagai sunnah Nabi, padahal perkaranya tidak demikian. Bekam merupakan perkara mubah sebagaimana pengobatan yang biasa ditempuh oleh seseorang sewaktu sakit. Jadi, seumpama Anda berposisi sebagai terapis maka tugas Anda untuk memberi pengertian kepada pasien.

Fatwa Sejumlah Masyaikh seputar Bekam

  • Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Hijamah (bekam) adalah pengobatan, bukan sunnah”. Dalam kesempatan lain beliau berkata,  “Meminum madu –misalnya- syariat menganjurkan diminum karena ada firman Allah “sebagai penyembuh bagi manusia” dan Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai madu akan tetapi apakah kita ber-taqarrub (beribadah) kepada Allah dengan meminum madu? Tentu tidak. Demikian juga bagi yang mengatakan bahwa bekam adalah sunnah (ibadah), kita tanyakan apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-taqarrub (beribadah) kepada Allah dengan berbekam, apa dalilnya dari perkataan shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
  • Syaikh Abdul Muhsin al-Badr berkata, “Terdapat hadits yang berkaitan dengan madu dan bekam, demikian juga kay. Padanya terdapat kesembuhan dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Ini adalah petunjuk untuk berbekam bagi mereka yang menginginkan kesembuhan. Akan tetapi tidak kita katakan bahwa bekam itu sunnah. Karena manusia berbekam (untuk kesegaran) walapun tidak membutuhkan bekam (ketika sakit), maka ini termasuk pengobatan.”
  • Syaikh Muhammad Shalih al-Fauzan hafidzahullah berkata, “Bekam adalah perkara mubah. Ia termasuk pengobatan yang mubah. Tidak dikatakan bahwa ia sunnah, sehingga orang yang tidak melakukan bekam berarti telah meninggalkan sunnah. Tidak dikatakan demikian. Bekam termasuk perkara mubah. Dan pengobatan termasuk salah satu dari perkara mubah.”
  • Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah ar-Rajihi hafidzahullah berkata: “Bekam adalah pengobatan. Nabi dulu melakukan bekam untuk pengobatan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan bekam pada kepala beliau. Maka perkara bekam ini berbeda-beda dan tidak disyariatkan meneladani Nabi dalam perkara ini, karena bekam masuk dalam pengobatan. Hendaknya seseorang datang kepada ahli bekam, dan jangan meminta hukum kecuali kepada ahlinya, karena boleh jadi bekam malah membahayakan. Jika dia memerlukan untuk bekam maka bisa bekam, baik pada kepala atau bagian tubuh lainnya. Maka bekam bukanlah perkara yang disyariatkan, sehingga dianjurkan untuk mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara ini. Beliau melakukan bekam dalam rangka pengobatan, bukan dalam rangka mensyariatkan. Maka bagaimana Engkau bertanya tentang perkara ini dan Engkau ingin meneladani Nabi dalam masalah bekam ? Tidak, keadaan seseorang itu berbeda-beda. Jika Engkau membutuhkan bekam dan ahli bekam berkata: ‘Engkau butuh melakukan bekam, (maka boleh bekam) Sama saja di kepala, punggung, paha atau tempat lainnya sesuai dengan yang dikatakan orang yang sudah berpengalaman.’” (Disarikan dari artikel ‘Thibun Nabawi Mubah atau Sunnah’?” dr. Raehanul Bahraen).

Buku Titik Bekam 40 Penyakit, Penulis: dr. Wadda' A. Umar dan Yusuf Wibisono, M.Pd., Penerbit: Thibbia, Buku cetak edisi softcover, tebal buku 232 halaman, ukuran buku 15 x 19 cm, dan dengan berat 466 gram. Harga Rp 60.000,-


Kami Juga Merekomendasikan